Wednesday, October 30, 2013

Modul Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Pada kurikulum 2013, bahasa Indonesia memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran. Penjelasan UUD’45 Amandemen menjelaskan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar dalam pendidikan. Ditambah pula dengan terintegrasinya setiap mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain meminta pengajar untuk lebih kreatif. Pengajar harus dapat mengaitkan berbagai mata pelajaran tersebut.
Demi menambah wawasan, berikut ini modul bahasa Indonesia untuk perguruan tinggi. Silakan diunduh di sini.

Tuesday, July 2, 2013

Sayap-Sayap Patah by Kahlil Gibran

Wahai langit .... 
Tanyakan pada-Nya Mengapa Dia menciptakan sekeping hati ini .... 
Begitu rapuh dan mudah terluka .... 
Saat dihadapkan dengan duri-duri cinta Begitu kuat dan kokoh .... 
Saat berselimut cinta dan asa .... 
Mengapa Dia menciptakan rasa sayang dan rindu di dalam hati ini .... 
Mengisi kekosongan di dalamnya Menyisakan kegelisahan akan sosok sang kekasih Menimbulkan segudang tanya ....

Monday, June 24, 2013

Perempuan Dalam Puisi Oka Rusmini



Kekasih

Kekayaanku adalah sajak
menembus setiap sudut roh bumi
ketika kukatakan
ketelanjanganmu memahat kelahiran
menyentuh bentuk bhatari yang kupilih
warna laut patah-patah
pasir pecah jadi debu
pantulannya ragu-ragu
pasir takut jadi tanah
seperti kukatakan:

Pengajaran yang Meningkatkan Pembelajaran (Terjemahan)

Agar efektif, kepala sekolah dan lain-lain yang bekerja sama dengan guru-guru memerlukan pemahaman mengenai penelitian tentang pengajaran yang efektif. Pengetahuan dan pemahaman tentang basis penelitian akan menghasilkan sebuah dasar yang lebih terdidik bagi pekerjaan yang terus menerus yang dibutuhkan untuk memperkuat praktik pengajaran guru. Penelitian yang dilakukan dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan bahwa kualitas guru merupakan salah satu prediktor yang paling penting untuk prestasi siswa (Darling-Hammond, 1997a, 1997b), dan pengetahuan guru tentang bidang muatan dan efektivitas dalam metode pengajaran berkorelasi dengan prestasi siswa (Strahan, 2003; Stronge dkk., 2004). Dengan Undang-Undang Tidak Ada Anak Tertinggal, setiap negara harus menjamin seorang guru sangat memenuhi kualifikasi sebelum diangakt, dan pada tahun 2006, para guru dalam sistem tersebut harus disertifikasi sebagai sangat memenuhi kualifikasi dalam pelajaran dan tingkat kelas yang mereka ajar.
Pengajaran merupakan pekerjaan utama guru dan seharusnya menjadi dasar bagi penilaian pengajaran dan pembelajaran di kelas baik bagi guru maupun siswa. Penilaian tentang pengajaran seharusnya hanya terjadi pada apa yang seorang guru lakukan di kelas karena pengajaran berkembang atau ketika suatu jumlah dihasilkan dari waktu ke waktu dengan para siswa. Orang hanya harus mengamati dan berbincang-bincang dengan para guru untuk memahami kompleksitas kerja mereka. Mungkin dengan melihat apa yang disebutkan oleh penyusun Badan Nasional Standar Pengajaran Profesi (1989) sebagai ‘kebutuhan dasar bagi pengajaran yang cakap” dapat memberikan sebuah gambaran singkat tentang jangkauan, keluasan, dan kedalaman keterampolan yang dibutuhkan untuk mengajar:
Sebuah dasar yang luas dalam seni dan ilmu pengetahuan liberal: pengetahuan tentang subyek yang harus diajarkan; tentang keterampilan yang akan dikembangkan, dan tentang struktur kurikulum dan bahan-bahan yang menyusun dan membubuhkan isi itu; pengetahuan tentang metode umum dan khusus subyek untuk mengajar dan untuk mengevaluasi pembelajaran siswa; pengetahuan siswa dan perkembangan manusia; keterampilan dalam mengajar siswa secara efektif dari latar belakang ras, etnik, dan sosial-ekonomi yang beragam; dan keterampilan-keterampilan, kapasitas dan kecenderungan untuk mempergunakan pengetahuan semacam itu secara bijaksana demi kepentingan siswa. (hal. 13)

Berbagai macam keterampilan dan pengetahuan yang dalam yang diperlukan untuk menjadi guru yang cakap dan ulung sangat luas jangkauannya, seperti halnya cara-cara dimana para guru belajar tentang bagaimana cara mengajar. Dengan mengetahui kompleksitas dalam membangun dan mengembangkan berbagai keterampilan, kemampuan, dan watak (kecenderungan) yang dibutuhkan oleh guru dan pekerjaan yang dibutuhkan untuk melahirkan momentum bagi guru-guru yang ingin terus tumbuh dan berkembang, Badan Nasional untuk Standar Pengajaran Profesional yang ditawarkan.
Penyebutan ini mengungkapkan basis yang luas bagi keahlian dalam pengajaran tetapi menyembunyikan kompleksitas, ketidakpastian, dan dilema tentang pekerjaan. Pengetahuan formal yang diandalkan oleh para guru terakumulasi, namun kurang memberikan panduan dalam banyak situasi. Pengajaran pada akhirnya memerlukan penilaian, improvisasi dan percakapan tentang cara dan tujuan. Kualitas manusia, pengetahuan dan keterampilan ahli, dan komitmen profesional bersama-sama menyusun keutamaan dalam keterampilan ini. (hal. 3).

Karena pengajaran kompleks dengan berbagai macam faktor yang mempengaruhi pengajaran,  para pengawas didorong untuk tidak berpikir secara mutlak tentang apa yang efektif atau mundur ke pepatah, ‘pengajaran yang baik adalah pengajaran yang baik’ sambil menilai pengajaran.
Untuk menyusun pikiran-pikiran tentang pengajaran yang efektif dan pekerjaan yang dituntut untuk dilakukan oleh administratur untuk menilai pengajaran, hal-hal berikut ini ditawarkan: “guru belajar secara terbaik dengan mempelajari, melakukan dan merefleksikan; dengan berkolaborasi dengan para guru lainnya; dengan memperhatikan siswa dan pekerjaan mereka; dan dengan berbagi apa yang mereka lihat” (Darling-Hammond, 1998, hal.6).
Sebagian besar penelitian awal tentang pengajaran terpusat kepada pengaruh pengajaran, dan faktor-faktor utama yang selalu menunjukkan pengajaran yang efektif meliputi
  • waktu bertugas yang dipertahankan (Brophy, 1986; dll)
  • penentuan kurikulum dan pengajaran (Berliner, 1984)
  • Alokasi waktu dan pengelolaan waktu (Good & Brophy, 1986)
  • Harapan yang tinggi (Edmonds, 1986; Guskey, 1982)
  • Transisi yang cekatan (Emmer, Evertson, & Anderson 1980; dll)
  • Strategi pengelolaan kelas dan disiplin yang jelas yang diterapkan secara wajar dan konsisten (Emmer dkk. 1980; dll).

Generasi prinsip pengajaran yang efektif berikutnya muncul, yang menempatkan guru sebagai pembuat keputusan dan pemecah masalah (Hunter, 1988). Guru-guru yang efektif ‘mencari kesesuaian’ sehingga mereka dapat ‘membedakan rencana pengajaran dengan prosedur untuk tidak hanya mengakomodasi perbedaan-perbedaan pada siswa, melainkan juga perbedaan dalam pokok bahasan, berbagai tujuan pembelajaran di dalam suatu bidang subyek, sumber pengajaran yang tersedia dan waktu yang tersedia untuk pengajaran”.
Dikeluarkannya A Nation at Risk: The Imperative for Educational Reform oleh Komisi Keutamaan dalam Pendidikan Nasional pada  tahun 1983 mengangkat pembahasan tentang efektivitas dan kualitas guru, dan alasan bahwa pengetahuan guru itu penting guna meningkatkan pembelajaran siswa mulai mengakar pada akhir tahun 1980an. Sesudah diterbitkannya A Nation Prepared: Teachers for the 21st Century (Carnegie Forum on Education, 1986), Badan Nasional Standar Pengajaran Profesional (NBPTS) dibentuk (Danielson, 1996). Keyakinan dan pandangan NBPTS adalah bahwa kualitas guru dan prestasi siswa dapat ditingkatkan dengan menaikkan standar, memperkuat program persiapan pendidikan, yang menuntut para guru untuk berpartisipasi dalam penilaian berbasis kinerja dan akhir-akhir ini terfokus kepada hasil pengajaran. Lima masalah intinya (lihat Tabel 5.1) dikembangkan untuk membantu dalam mengidentifikasi dan mengenali para guru yang ‘secara efektif meningkatkan pembelajaran siswa dan menunjukkan tingkat pengetahuan, keterampilan, watak dan komitmen yang tinggi.

Tabel 5.1 Dalil-dalil inti tentang Guru Yang Disertifikasi Badan Nasional
1.      Guru berkomitmen terhadap siswa dan pembelajaran mereka
2.      Guru mengetahui subyek (pelajaran) yang mereka ajarkan dan bagaimana mereka mengajarkan pelajaran itu kepada para siswa
3.      Guru bertanggung jawab untuk mengelola dan memantau pembelajaran siswa
4.      Para guru berpikir secara sistematis tentang praktik mereka dan belajar dari refleksi
5.      Para guru adalah anggota komunitas pembelajaran.
Sumber: Badan Nasional Standar Pengajaran Profesional, 1989, hal. 10-11.

Darling-Hammond (1989) melaporkan banyak temuan yang menunjukkan meningkatnya tingkat prestasi siswa yang terkait dengan keahlian, pendidikan, kemampuan dan keahlian guru. Pada tahun 1992, Konsorsium Penilaian dan Dukungan Guru Baru Antar Negara (INTASC) mengeluarkan standar mengenai apa yang seharusnya diketahui dan mampu dilakukan oleh guru pemula dalam kaitannya dengan mengajar, menyusun lingkungan belajar dan mengembangkan peran profesional. Standar INTASC menawarkan sebuah pandangan yang luas mengenai pengetahuan antar 10 prinsip, dan dimasukkan didalam masing-masing prinsip, ada sekitar (8-15) standar yang dibagi menjadi pengetahuan, watak, dan standar kinerja. Walaupun standar INTASC (lihat Tabel 5.2) pada dasarnya dicocokkan dengan para guru pemula, standar tersebut sejajar dengan dasar bagi pengajaran yang efektif pada jenjang karir.

Tabel 5.2 Standar INTASC
Standar 1-Pokok Bahasan
Guru memahami konsep inti, alat penelitian, dan struktur disiplin yang ia ajari dan dapat menciptakan pengalaman belajar y ang membuat aspek-aspek pokok bahasan tersebut jadi bermakna bagi para siswa.
Standar 2-Pembelajaran Siswa
Guru  harus memahami bagaimana siswa belajar dan mengembangkan dan harus menyediakan peluang belajar yang mendukung perkembangan intelektual, sosial dan personal seorang siswa.
Standar 3-Pembelajar yang beragam
Guru harus memahami bagaimana siswa berbeda dalam pendekatan mereka terhadap pembelajaran dan menciptakan peluang pengajaran yang diadaptasi kepada siswa yang memiliki latar belakang beragam dan kebutuhan khusus.
Standar 4 – Strategi Pengajaran
Para guru harus memahami dan menggunakan berbagai strategi pengajaran untuk mendorong pengembangan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kinerja siswa.
Standar 5 – Lingkungan Belajar
Guru harus mampu menggunakan sebuah pemahaman tentang motivasi individu dan kelompok dan perilaku untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendorong interaksi sosial positif, keterlibatan aktif dalam pembelajaran dan motivasi diri.
Standar 6Komunikasi
Guru harus mampu menggunakan pengetahuan tentang teknik komunikasi verbal, non verbal dan media untuk membantu mengembangkan penelitian inkuiri, kolaborasi dan interaksi pendukung di kelas.

Standar 7 – Merencanakan Pengajaran
Guru harus mampu merencanakan dan mengelola pengajaran berdasakan pengetahuan bagi pokok bahasan, siswa, komunitas dan tujuan kurikulum.
Standar 8 – Penilaian
Guru harus memahami dan mampu menggunakan strategi penilaian formal dan informal untuk mengevaluasi dan menjamin pengembangan siswa intelektual, sosial, dan fisik.
Standar 9 – Refleksi dan Pengembangan Profesional
Guru harus menjadi seorang praktisi reflektif yang terus menerus mengevaluasi pengaruh pilihan dan tindakan terhadap orang lain, termasuk siswa, orang tua, dan profesional lainnya dalam komunitas belajar dan yang aktif mencari peluang bagi pertumbuhan profesional.
Standar 10 – Kolaborasi, Etika, dan Hubungan
Guru harus mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang tua atau wali, keluarga, kolega sekolah, dan komunitas (masyarakat) untuk mendukung pembelajaran dan kesejahteraan siswa.
Sumber: Konsorsium Penilaian dan Dukungan Guru Baru Antar Negara (1992).

Bersamaan dengan dikembangkannya standar INTASC, standar isi dan kinerja muncul dalam berbagai disiplin ilmu (misalnya matematika, ilmu pengetahuan, dan penelitian sosial); yang ditambahkan kedalam standar tersebuut adalah asumsi ilmiah tentang belajar dan mengajar didalam bidang muatan. Karena standar muatan bidang pelajaran juga menggambarkan tujuan pembelajaran dan penilaian kinerja antar tingkatan kelas, pengawas didorong agar memperoleh pengetahuan tentang mereka.
Danielson (1996) memberikan sebuah pandangan yang lengkap tentang pengajaran dalam bukunya, Enhancing Profesional Practice: A Framework for Teaching yang didasarkan kepada penelitian tentang pengaruh guru. Kerangka Danielson meliputi empat domain utama sebagai keseluruhan standar yang menyusun pengajaran: (1) perencanaan dan persiapan, (2) lingkungan kelas, (3) pengajaran, dan (4) tanggung profesional. Demikian halnya, Stronge dkk (2004) melaporkan basis penelitian untuk menyusun pengajaran, dan mereka menyimpulkan dari penelitian bahwa guru yang efektif mengatur secara lebih efektif untuk meningkatkan pembelajaran dan keterlibatan siswa dengan
  • Terfokus kepada pengajaran
  • Memaksimalisasi waktu pengajaran
  • Berharap siswa berprestasi
  • Merencanakan dan membuat pengajaran (hal. 94)
Mengajar dan belajar juga telah dipengaruhi oleh beberapa perkembangan, aplikasi, dan konsep-konsep lain seperti
  • Pengajaran terdiferensiasi (Tomlinson, 1999; dll)
  • Teori kecerdasan ganda (Gardner, 1993, 1999)
  • Penelitian otak (Berninger & Richards, 2002; dll)
  • Pendekatan konstruktivist (Brooks & Brooks, 1993; dll)
  • Gaya belajar (Keefe, 1987; dll)

Pembelajaran Berbasis Kelas (Terjemahan)

Proses belajar dan mengajar itu kompleks, dan para guru menemui ketidakpastian saat memberikan pengajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa yang beragam. Demikian halnya, para administratur bekerja dengan kumpulan guru yang beragam dalam kaitannya dengan pengalaman, persiapan, dan isi serta keahlian pokok bahasan. Baik guru maupun siswa menghadapi tuntutan akan  harapan yang lebih tinggi: para guru diharapkan melakukan lebih banyak daripda siswa dalam kaitannya dengan kinerja pada tes-tes yang berpengaruh tinggi. Dengan disahkannya lembali Undang-undang Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 1965 (ESEA), yang lebih terkenal dengan Undang-undang Tidak ada Anak yang Tertinggal tahun 2001 (NCLB), distrik sekolah di selurh Amerika berjuang untuk mengangkat dan mempertahankan para guru yang sangat memenuhi kualifikasi untuk setiap kelas. Disahkannya kembali undang-undang ini menuntut penelitian yang seksama  tentang pengetahuan guru dan kualitas diawal karir para guru sementara personil sekolah mengukur kualitas guru berdasarkan penilaian pengajaran yang terus menerus melalui cara-cara seperti pengembangan dan evaluasi profesi.
Penilaian pengajaran di kelas dapat dan seharusnya memiliki banyak bentuk  yang melibatkan pemangku kepentingan – guru dan administratur – yang memiliki tanggung jawab utama bagi program pengajaran (Danielson & McGreal, 2000; Glickman Gordon, & Ross-Gordon, 1998; Sullivan & Glanz, 2004; Stronge & Tucker, 2003; Zepeda, 2003a). Penilaian pengajaran dan pembelajaran sangat kompleks karena pengetahuan “guru” bersifat kontekstual, interaktif, tidak rutin, dan spekulatif” (Blasé & Blasé, 1998, hal. 88). Bagi banyak orang, sangat memenuhi kualifikasi disamakan dengan membuktikan pengetahuan isi dengan ‘mencari melalui loteng’ untuk memperoleh artifak-artifak yang secara retrospektif menunjukkan kualifikasi untuk mengajar atau “dengan mencapai apa yang dicapai secara rutin oleh semua kecuali sebagian kecil guru: sebuah tanda memuaskan pada evaluasi tahunan mereka” (Walsh & Snyder, 2004, hal.2).
Penilaian pengajaran harus tinggi sebagai sebuah pendekatan proaktif dan mendukung (suportif) (Coppola, Scricca, & Connors, 2004) untuk membantu anak-anak dalam mengembangkan praktik pengajaran lebih lanjut yang mungkin dapat meningkatkan pembelajaran (Firestone, 1999; dll) sambil secara proaktf melibatkan para guru dalam penilaian diri (Barber, 1990; dll) dan refleksi (Laursen, 1996). Melibatkan para guru dalam proses proaktif akan meningkatkan penilaian melampaui apa yang oleh Darling-Hammond (1997b) diciri-cirikan sebagai “para inspektur yang melakukan penggerebekkan kedalam kelas guna memantau kinerja dan menyalurkan nasihat tanpa pengetahuan yang dekat tentang konteks kelas, pokok bahasan yang sedang diajarkan, tujuan pengajaran, dan pengembangan masing-masing anak” (hal. 67).
Dengan pentingnya kualitas guru untuk meningkatan prestasi siswa, penilaian pengajaran di kelas menjadi langkah pertama dalam memperbaiki pengajaran (instruksi) dan dalam membantu para guru dalam menguji praktik mereka di satu kelas pada satu waktu. Pengawasan pengajaran sekarang harus menggunakan tahap pusat lebih dari sekedar sebagai strategi, lebih dari sekedar suatu cara untuk mengevaluasi guru, dan lebih dari sekedar cara untuk menjamin kepatuhan. Pengawasan pengajaran, tanpa menghiraukan bentuknya (klinis, pelatihan sebaya, penelitian tindakan, pembuatan portofolio) harus menjadi prioritas karena pengakaran yang berkualitas tumbuh di lingkungan pendukung profesional.
Pada bab ini, saya mengkaji penilaian pengajaran dengan terfokus kepada aspek-aspek formatif dari pengawasan pengajaran, teknik observasi kelas, dan pendekatan terdiferensiasi yang dapat digunakan oleh pengawasan untuk meningkatkan observasi kelas. Walaupun dicakup secara mendalam pada bab-bab selanjutnya dari buku ini, penggunaan penelitian tindakan, pelatihan sebaya dan portofolio dikaji dalam kaitannya dengan bagaimana proses ini dapat digunakan untuk meningkatkan penilaian pengajaran. Pengajaran dan pembelajaran merupaian inti dari program pengajaran, dan inilah yang dilakukan oleh guru setiap hari yang akan membuat sebuah perbedaan pada apa yang dipelajari oleh siswa dan bagaimana siswa belajar; maka dari itu, penting untuk dikaji terlebih dhaulu apa yang kita ketahui tentang pengajaran dan standar yang telah berkembang untuk menyusun pengajaran guna meningkatkan pembelajaran.

Sunday, June 9, 2013

Instrumen Penilaian Keterampilan Berbicara Mahasiswa Melalui Diskusi Kelompok



A.      Kajian Teori
1.    Keterampilan Berbicara
Semua orang pasti pernah berbicara. Berdasarkan situasinya, berbicara meliputi: bicara resmi atau formal dan tak resmi atau non-formal. Pembedaan ini menyangkut beberapa kriteria, antara lain kebakuan pada bahasa yang digunakan. Menurut Gagne dalam Dahar (1989: 134), seseorang dikatakan terampil apabila memiliki kemampuan. Kemampuan ini berupa penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar, yaitu (1) kemampuan yang berhubungan dengan intelektual, (2) kemampuan yang berhubungan dengan penggunaan strategi kognitif, (3) kemampuan yang berhubungan dengan sikap, (4) kemampuan yang berhubungan dengan informasi verbal, dan (5) kemampuan yang berhubungan dengan motorik.
Lazaraton (2001: 104) menyatakan bahwa keterampilan berbahasa sangat berpengaruh dalam keterampilan berbicara, seperti yang dinyatakan berikut ini.
suggests that oral communication is based on four dimensions or competences: grammatical competence (phonology, vocabulary, word and sentence formation …); sociolinguistic competence (rules for interaction, social meanings); discourse competence (cohesion and how sentences are like together); and strategic competence (compensatory strategies to use in difficult strategies).

Hal ini menunjukkan bahwa seseorang dikatakan terampil berbicara jika setidaknya memiliki empat kompetensi, yakni gramatikal, sosiolinguistik, analisis wacana, dan strategi. Oleh karena itu, faktor penguasaan terhadap bahasa tidak dapat diabaikan begitu saja.
Tarigan (2008: 3) menyatakan bahwa “berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak.” Menurut Nunan (2011: 48) “Speaking is a productive aural/oral skill and it consists of producing systematic verbal utterances to convey meaning.” Berbicara merupakan kemampuan memproduksi ujaran secara lisan dan sistematis untuk menyatakan suatu maksud tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa keterampilan berbicara dilakukan secara sistematis, runtut, dan terpola. Pembicaraan ini sendiri bertujuan untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain.
Djiwandono (2011: 118) menyatakan bahwa “berbicara berarti mengungkapkan pikiran secara lisan.” Sasaran tes berbicara meliputi: a) relevansi dan kejelasan isi pesan, masalah, atau topik, b) kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi, dan c) penggunaan bahasa yang baik dan benar serta sesuai dengan isi, tujuan, dan pendengar.
Berbicara didefinisikan sebagai proses kompleks berupa mengirim dan menerima pesan melalui lisan. Dalam hal ini juga melibatkan simbol-simbol nonverbal seperti gerak tubuh dan ekspresi wajah. Hedge (2000: 261) menyatakan bahwa berbicara adalah “a skill by which they (people) are judged while first impressions are being formed.”
Chaney dalam Kayi (2006) menyatakan bahwa berbicara adalah “the process of building and sharing meaning through the use of verbal and non-verbal symbols, in a variety of contexts.” Elemen penting dalam berbicara adalah kemampuan bahasa dan kemampuan mengolah bahasa itu sendiri dan penampilan. Penampilan itu meliputi 1) kefasihan (fluency), 2) ketepatan (accuracy), dan 3) strategi komunikasi (oral communicative strategies). Adapun ketepatan yang dimaksud meliputi: tata bahasa (grammar), kosakata (vocabulary), dan pelafalan (pronunciation). Sedangkan strategi komunikasi yang dimaksud meliputi: strategi pencapaian (achievement strategies) misalnya dengan menebak-nebak (guessing strategies) atau dengan parafrasa (paraphrase strategies) atau dengan menggabungkan keduanya.
Berdasarkan berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara merupakan aktivitas untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

2.    Komunikasi di  Kelas
Secara etimologis, komunikasi berasal dari communicare yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Claude Shannon dalam Zamroni (2009: 4) mendefinisikan komunikasi sebagai penyampai informasi, ide, perasaan (emosi), keahlian, dan lainnya melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, bentuk, dan grafik.
Menurut Thomas (1987: 7) “interaction means acting reciprocally, acting upon each other.” Interaksi mengandung pengertian hubungan komunikasi timbal balik. Dalam komunikasi dikenal istilah komunikan dan komunikator. Hubungan antara komunikan dan komunikator adalah berhubungan dengan pesan (message) yang hendak disampaikan. Di dalam menyampaikan pesan diperlukan media atau sarana yang sering diistilahkan (channel). Saluran pesan ini dapat berupa tulis dan lisan. Dengan demikian dalam komunikasi agar dapat berlangsung harus ada: komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media (Sumiati dan Asra, 2007: 67).
    Sementara itu Thibaut dan Kelly (1979) di dalam Asrori (2007: 107) mendeinisikan interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain dengan menghadirkan dua orang atau lebih secara bersama-sama. Interaksi merupakan hubungan sosial antara beberapa individu yang bersifat alami. Individu-individu itu saling mempengaruhi satu sama lain secara serentak.
Berikut ini pengertian komunikasi menurut Richmond dkk (2009: 1) “communication is defined as the process of the teacher establishing an effective and affective communication relationship with the learner so that the learner has the opportunity to achieve the optimum of success in the instructional environment.” Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran. Kesuksesan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh komunikasi yang baik antara guru dengan siswa. Komunikasi yang efektif dapat membangun rasa percaya diri siswa. Siswa yang memiliki percaya diri tinggi tentu akan mudah dalam menerima materi dan berbagi. Percaya diri yang baik akan membantu siswa dalam menyampaikan ide-idenya. Siswa tidak merasa takut dan malu untuk menyampaikan isi hatinya.
Menurut Rivers (1987: 6) menyatakan “communicative interaction” as: the reciprocal exchange of information by learners who employ a number of strategies and convey a meaningful message to achieve a shared purpose”. Komunikasi merupakan sarana untuk berbagi informasi. Proses komunikasi itu sendiri bergantung pada cara dan kebermaknaannya. Semakin tepat cara yang digunakan, maka semakin efektif komunikasi itu dilakukan. Demikian pula semakin komunikasi itu bermakna, maka semakin efektif pula komunikasi dilakukan. Kebermaknaan komunikasi sangat terkait dengan maksud dilakukannya komunikasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam berkomunikasi pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan atau dituju.
Thomas (1987: 16) menyatakan “communication is achieved by means of a varienty of resources. Participants in classroom communication can draw both on language and on non-verbal resources in the same way as they can in any other social situation.” Komunikasi tidak melulu pada bahasa. Ada faktor lain yang turut mempengaruhi keberhasilan dalam berkomunikasi, yakni faktor nonbahasa. Faktor nonbahasa dapat berupa hal-hal yang terkait langsung dengan para komunikan dan faktor sosial yang terjadi pada saat komunikasi.
Berdasarkan berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi di kelas merupakan hubungan timbal balik antara guru dengan siswa dengan memperhatikan faktor bahasa dan nonbahasa.

3.    Diskusi Kelompok
Diskusi merupakan suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil maupun besar. Diskusi bertujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah (Saddhono, 2012: 45). Berikut ini arti diskusi menurut Dillon (1994: 8).

“a particular form of group interaction where members join together in addressing a question of common concern, exchanging and examining different views to form their answer, enhancing their knowledge or understanding, their appreciation or judgement, their decision, resolution or action over the matter at issue.”

Tarigan (2008: 40) mengemukakan bahwa diskusi merupakan suatu kegiatan kerja sama atau aktivitas koordinatif yang mengandung langkah-langkah dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok. Oleh karenanya dalam sebuah diskusi harus ada aturan dan ini telah disepakati oleh seluruh anggota kelompok atau anggota diskusi tersebut.
Dalam sebuah diskusi terdiri atas pemimpin diskusi atau moderator, pemakalah, dan peserta. Moderator merupakan faktor yang turut menentukan kondusif dan tidaknya diskusi itu berlangsung. Tarigan (2008: 49-50) menyebutkan bahwa moderator memiliki tugas:
1.    membuat persiapan yang matang untuk diskusi,
2.    mengumumkan judul atau masalah dan mengemukakan tujuan diskusi,
3.    menyediakan serta menetapkan waktu bagi pendahuluan, diskusi, dan rangkuman singkat yang isisnya tentang simpulan yang dicapai,
4.    memberi kesempatan kepada setiap orang yang ingin mengemukakan pikiran,
5.    menjaga agar minat para peserta tetap besar,
6.    menjaga agar diskusi tetap berjalan, serta
7.    membuat catatan-catatan singkat pada akhir diskusi.
Seorang moderator harus netral. Artinya tidak memihak, baik kepada peserta maupun pemakalah. Supaya dapat menghidupkan diskusi, seorang moderator harus memiliki pengetahuan tentang tema yang sedang didiskusikan. Selain itu, moderator juga harus dapat menyimpulkan dari berbagai pendapat, baik yang disampaikan pemakalah maupun peserta. Moderator harus dapat meramunya menjadi sebuah simpulan.
Faktor lain yang turut mempengaruhi kelancaran dan kesuksesan sebuah diskusi adalah peserta atau partisipan. Peserta diskusi yang baik hendaknya:
1.    turut mengambil bagian dalam diskusi,
2.    berbicaralah jika moderator sudah mempersilakan,
3.    berbicaralah dengan tepat dan tegas,
4.    harus dapat menyertakan contoh, fakta, dan pendapat ahli dalam setiap pernyataan yang disampaikan,
5.    ikutilah dengan saksama dan dengan penuh perhatian,
6.    dengarkanlah dengan penuh perhatian, serta
7.    cobalah memahami pandangan orang lain.
Peserta diskusi tidak boleh memaksakan pendapatnya. Hal ini akan menyebabkan diskusi berujung pada debat kusir, yakni debat yang tidak ada penyelesaian. Peserta diskusi harus dapat lapang dada menerima perbedaan pendapat, baik dari pemakalah maupun dari peserta lain. Peserta hendaknya mengikuti aturan main diskusi yang telah disepakati bersama pada awal diskusi.
Faktor selanjutnya adalah pemakalah atau pembicara. Sebuah diskusi yang baik jika masalah yang dibahas sudah dipersiapkan sebelumnya. Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilakukan pemakalah.
1.    Memilih pokok pikiran yang menarik hati
2.    Membatasi pokok pembicaraan
3.    Mengumpulkan bahan-bahan
4.    Menyusun bahan, hendaknya meliputi pendahuluan, isi, dan simpulan.
Selain tema, pemakalah harus memperhatikan banyak faktor, misalnya peserta. Namun faktor penting yang harus diperhatikan adalah pada diri pemakalah itu sendiri, terutama terkait faktor bahasa dan nonbahasanya. Hal ini penting karena perbedaan pemahaman terhadap sebuah makna istilah akan berpengaruh pada pemahaman konsep.
Pemakalah pada dasarnya menyampaikan sebuah informasi atau pengetahuan. Oleh karena itu, hendaknya masalah yang dibahas tidak menyimpang dari tema. Selain itu, pemakalah harus dapat menyampaikan permasalahan itu secara sistematis dan runtut. Hal ini akan memudahkan peserta dalam menangkap informasi yang disampaikan. Seperti telah disebutkan di atas, faktor penguasaan terhadap bahasa sangat mempengaruhi keberhasilan pemakalah dalam menyampaikan ide-idenya. Faktor bahasa meliputi: susunan kalimat yang gramatikal, pilihan kata yang tepat, pelafalan yang jelas, dan intonasi yang sesuai.

B.       Konstruk
Keterampilan berbicara merupakan salah satu dari empat kompetensi berbahasa. Seseorang dikatakan terampil berbicara apabila memenuhi beberapa syarat, yakni penguasaan materi, penguasaan teknik atau strategi menyampaikannya, penguasaan kebahasaan, penguasaan nonbahasa, dan penguasaan massa.
Diksusi merupakan salah satu bentuk keterampilan berbahasa. Dalam diskusi terdapat tiga unsur, yakni moderator, pemakalah, dan peserta. Ketiganya memiliki tugas dan peran sendiri-sendiri.



C.      Indikator
Berikut ini indikator instrumen berdasarkan berbagai teori di atas.
1.      Mahasiswa dapat mengungkapkan pendapat sesuai tema yang dibahas.
2.      Mahasiswa dapat menyampaikan pendapat secara sistematis.
3.      Mahasiswa dapat menggunakan bahasa dengan baik dan benar.
4.      Mahasiswa dapat melaksanakan perannya dalam diskusi, baik sebagai moderator, pemakalah, maupun peserta.

D.      Kisi-kisi
Tes keterampilan berbicara ini dikategorikan sebagai tes subjektif (Djiwandono, 2011: 55). Dalam sebuah diskusi terdiri dari tiga komponen utama, yakni moderator, pemakalah, dan peserta. Oleh karena itu, kisi-kisi tes keterampilan berbicara ini disesuaikan dengan kesertaannya dalam diskusi.

A.    Pemakalah
No.
Aspek yang Dinilai
Rincian Kemampuan
Nilai
1.
Isi yang relevan
Isi sesuai dan relevan dengan tema yang dibahas.
3
Isi kurang sesuai dan relevan dengan tema yang dibahas.
2
Isi tidak sesuai dan relevan dengan tema yang dibahas.
1
2.
Organisasi yang sistematis
Ide disampaikan dengan sistematis.
3
Ide disampaikan dengan kurang sistematis.
2
Ide disampaikan dengan tidak sistematis.
1
3.
Penggunaan bahasa yang baik dan benar:


a.    susunan kalimat yang gramatikal
Kalimat yang digunakan sesuai dengan gramatikal.
3
Kalimat yang digunakan kurang sesuai dengan gramatikal.
2
Kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan gramatikal.
1
b.    pilihan kata yang tepat
Tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata.
3
Kurang tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata.
2
Tidak tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata.
1
c.     pelafalan yang jelas
Tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan.
3
Kurang tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan.
2
Tidak tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan.
1
d.   intonasi yang sesuai
Tepat dalam penggunaan intonasi.
3
Kurang tepat dalam penggunaan intonasi.
2
Tidak tepat dalam penggunaan intonasi.
1

B.     Moderator
No.
Aspek yang Dinilai
Rincian Kemampuan
Nilai
1
Membuka dengan mengemukakan masalah dan tujuan diskusi.
Mengemukakan masalah dan tujuan.
3
Mengemukakan salah satu.
2
Tidak mengemukakan keduanya.
1
2
Mengalokasikan waktu
Pengaturan waktu secara proporsional.
3
Pengaturan waktu kurang proporsional.
2
Pengaturan waktu tidak proporsional.
1
3
Memberi kesempatan kepada setiap orang yang ingin mengemukakan pikiran.
Memberi kesempatan kepada setiap peserta.
3
Kurang memberi kesempatan kepada setiap peserta.
2
Tidak memberi kesempatan kepada setiap peserta.
1
4
Menjaga agar minat para peserta tetap besar dan diskusi tetap kondusif.
Memotivasi peserta untuk aktif.
3
Kurang memotivasi peserta untuk aktif.
2
Tidak memotivasi peserta untuk aktif.
1

5
Membuat catatan-catatan singkat pada akhir diskusi.
Membuat ringkasan dengan lengkap.
3
Membuat ringkasan dengan kurang lengkap.
2
Tidak membuat ringkasan.
1

C.    Peserta
No.
Aspek yang Dinilai
Rincian Kemampuan
Nilai
1
Turut mengambil bagian dalam diskusi.
Aktif
3
Kurang aktif
2
Tidak aktif
1
2
Berbicara setelah dipersilakan ketua dengan penyampaian yang tepat dan tegas.
Menyampaikan pendapat setelah dipersilakan ketua dan penyampaiannya tepat serta tegas.
3
Menyampaikan pendapat setelah dipersilakan ketua dan penyampaiannya kurang tepat serta kurang tegas.
2
Menyampaikan pendapat tanpa dipersilakan ketua dan penyampaiannya tidak tepat serta tidak tegas.
1
3
Menyertakan fakta, contoh, atau pendapat para ahli dalam pertanyaan yang diajukan.
Menyertakan fakta, contoh, dan pendapat ahli.
3
Menyertakan salah satunya.
2
Tidak menyertakan ketiganya.
1
4
Bertindak dengan sopan-santun dan bijaksana.
Bertindak dengan sopan-santun dan bijaksana.
3
Bertindak dengan kurang sopan-santun dan kurang bijaksana.
2
Bertindak dengan tidak sopan-santun dan tidak bijaksana.
1
5
Memahami pandangan orang lain.
Mau mendengar dan menerima pendapat orang lain.
3
Kurang menerima pendapat orang lain.
2
Tidak menerima pendapat orang lain.
1

E.       Butir Soal
Petunjuk Soal!
1.      Bentuklah kelompok yang beranggota lima orang!
2.      Tentukan siapa yang menjadi moderator, pemakalah, dan peserta!
3.      Pilihlah satu diantara lima tema berikut lalu diskusikan!
Tema: - Kekuatan yang ada dalam perasaan
-  Kekuatan yang ada dalam pikiran
-  Kekuatan yang ada dalam keinginan
-  Kekuatan yang ada dalam keterpaksaan
-  Kekuatan yang ada dalam kebiasaan
4.      Waktu diskusi 30 menit!