Sunday, March 29, 2015

Apa Itu Feminisme?



Raman Selden menyatakan bahwa feminisme lahir pada abad 20. Hal ini seiring dengan perkembangan gender yang dimunculkan oleh Barat. Dalam gender disampaikan perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Maraknya gender terjadi karena adanya perlakuan yang tidak seimbang atau tidak adil antara laki-laki dan perempuan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan beberapa orang beranggapan dan merasa perlu untuk memperjuangkan hak-hak perempuan agar sama dengan laki-laki.
Gender mengakomodasi persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Apabila laki-laki dapat bekerja sebagai dokter, polisi, dan direktur, maka perempuan juga bisa. Perempuan tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi juga mengerjakan berbagai kegiatan di luar rumah. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi lahirnya feminisme.
Kritik sastra adalah mencari kesalahan, memuji, menilai, membandingkan, dan menikmati (Suroso: 53). Menurut Moeliono, feminisme secara leksikal adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (Sugihastuti: 61). Menurut Culler dalam Suroso (2009: 7) kritik sastra feminis adalah membaca sebagai perempuan. Maksudnya adalah kesadaran pembaca bahwa ada perbedaan penting dalam jenis kelamin pada makna dan perebutan makna karya sastra.
Menurut Yoder dalam Puji Santoso (2009: 5) kritik sastra feminis bukan berarti pengritik perempuan atau kritik tentang perempuan, atau kritik tentang pengarang perempuan. Kritik sastra feminis arti sederhananya adalah pengritik memandang sastra dengan kesadaran khusus. Kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita. Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa kritik feminisme berarti ketika kita mengritik sastra, kita memposisikan sebagai perempuan. Tujuan dari kritik sastra feminisme ini adalah untuk mengangkat derajat perempuan. Dalam sebuah naskah drama yang ditulis oleh laki-laki, perempuan sebagai tokohnya selalu dieksploitasi. Segala hal yang menarik dari perempuan akan digunakan sebagai daya tarik karya tersebut.


Hal ini menunjukkan bahwa perempuan adalah makhluk ke dua, setelah laki-laki. Bagi para feminisme, hal tersebut sangat menyakitkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembelaan-pembelaan kaum perempuan dalam karya sastra melalui kritik sastra.
Tokoh-tokoh yang mengusung kritik feminisme antara lain Culler, Yoder, Raman Selden, Elaine Showalter, Weedon, Humm, Simone de Beauvoir, Kathe Millet, Betty Friedan, dan Germain Greer (Sugihastuti: 11).


Kritik feminisme merupakan analisis struktural kualitatif. Mengarahkan fokus analisis yang mencakup struktur teks, eksistensi dan peran tokoh perempuan sebagai individu, anggota keluarga, dan anggota masyarakat, serta pandangan dan perlakuan dunia di dekitar tokoh perempuan mengenai tokoh perempuan dalam teks sastra (Suroso: 74). Menurut Raman Selden, kritik feminisme merupakan sebuah reinterpretasi global semua pendekatan, dari sebuah pendirian yang berbeda dengan teori-teori sastra pada umumnya (Suroso: 53).
   Salah satu kegiatan awal para pengritik sastra feminisme adalah menggali, mengkaji, serta menilai karya penulis-penulis wanita dari masa-masa silam untuk diangkat ke panggung sejarah sastra mereka (Suroso: 53).
Lima fokus pembicaraan dalam kritik feminisme adalah
1.      Biologi, menempatkan wanita hanya sebagai “kandungan”, lebih inverior, lembut, lemah, dan rendah;
2.     Pengalaman, seringkali wanita dipandang hanya memiliki pengalaman terbatas, masalah menstruasi, melahirkan, menyusui, memelihara anak, dan ibu rumah tangga;
3.     Wacana, biasanya wanita lebih rendah penguasaan bahasa, sedangkan laki-laki memiliki “tuntutan kuat”, akibatnya menimbulkan sterotif negatif pada wanita sebagai teman belakang;
4.   Ketaksadaran, seksual wanita bersifat revolusioner, subversif, beragam, dan terbuka, yang tidak disadari oleh kaum laki-laki; dan 
5. Kondisi sosial dan ekonomi, pengarang feminis sering menghadirkan tuntutan sosial ekonomi yang berbeda dengan kaum laki-laki.
Sementara itu, Michele Barrett menyarankan agar kritik feminis mampu menganalisis sastra melalui tiga aspek, yaitu1) kritikus hendaknya mampu membedakan material sastra yang digarap penulis laki-laki dan wanita, sebab hal itu mempengaruhi bentuk dan isi yang mereka tulis; 2) ideologi gender sering mempengaruhi hasil karya tulisannya, tentu ada perbedaan prinsip antara penulis laki-laki dengan penulis wanita dalam meyakini kehidupan; dan 3) kritikus feminis harus memperhitungkan kodrat fiksional teks sastra dan tidak memperturutkan “moralitas yang merajalela” dengan mengutuk semua penulis laki-laki yang mengeksploitasi masalah seks dalam buku mereka.


No comments:

Post a Comment